Jumat, 29 Mei 2009

SENI MUSIK

Diposting oleh MaE_NiEz di 12:33 0 komentar

NAMA:DWI PRIMA SYAPWI

KELAS:XI IPA TIGA

GB:RONALDO ROZALINO

MUSIK MODERN

Wilayah nusantara terdiri dari berbagai daerah/suku budaya, sehingga kaya akan keragaman seni musik. Musik nusantara sering diidentikkan dengan musik tradisional, sedangkan musik modern berasal dari Barat. Apakah nusantara tidak memiliki musik modern? Seiring dengan perkembangan jaman yang telah mengglobal, seni musik nusantara pun berinteraksi dan dapat pengaruh dari unsur-unsur musik Barat dan lahirlah musik-musik modern nusantara.
Pada umumnya, kaum muda saat ini lebih mengenal musik modern daripada musik tradisional/daerah. Hal ini dapat kita lihat pada setiap konser musik modern selalu dipadati oleh kaum muda dan juga kalau kita perhatikan media musik di HP/komputer kaum muda maka hampir 99,99% adalah album musik modern.
Musik modern nusantara dapat dekelompokkan ke dalam beberapa jenis, antara lain:
1. Dangdut, ciri-cirinya: melodi dan harmoni sederhana, tangga nada cendrung minor, ekspresi berdasarkan keserasian lirik, beat konstan, lebih menekankan keindahan gerak.
2. Pop, ciri-cirinya: melodi mudah diterapkan dengan berbagai karakter lirik, fleksibel dan mudah dipadukan dengan dengan jenis lain, lagu mudah disenandungkan dan mudah dipahami, harmoni tidak rumit, tempo bervariasi.
3. Balada, ciri-cirinya: mirip dengan pop, tempo lambat dan sedang, pola melodi bervariasi, lirik ekspresif, mengisahkan suka duka kehidupan.
4. Rock, ciri-cirinya: area nada luas, kekuatan terletak pada dinamika aransemen, lagu sulit disenandungkan, lirik lagu ekspresif, beat cendrung keras, tempo lambat/cepat, harmoni sangat rumit.
Berikut ini beberapa contoh musik modern:
1. sebelum-cahaya-letto
2. Hitamku-Andra TB
3. Kau Curi-J Rocks

Share and Enjoy:
  • Digg
  • Sphinn
  • del.icio.us
  • Facebook
  • Mixx
  • Google

One Response to “MUSIK MODERN”

Refleksi Hari Puisi Indonesia
Upaya Desakralisasi Puisi

Kita semua (para penyair, sastrawan dan budayawan) sudah sepatutnya menampilkan tokoh para pejuang dalam mempertahankan bangsa dengan sastra, seperti Chairil Anwar. Reflesksi puisi ini mengingat 60 tahun tiadanya penyair Indonesia (Chairil Anwar) yang meninggal pada 28 April 1949. Artinya kita juga menyuncoh beliau dan bagaimana puisi saat ini membumi, harus dikembalikan kepada masyarakat, tidak hanya dinikmati oleh kalangan elite, apalagi kalangan akademis.
Mengatakan patut karena menurut Saut Situmorang bahwa Chairil Anwar merupakan mata kanan sastra Indonesia, sedangkan mata kirinya adalah Pramodya Ananto Toer, jadi sudah lengkap sastra Indonesia memiliki sepasang mata, yang dikenal luas oleh masyarakat sastra dunia. Kita sebagai pemudah sastra tentunya harus memulai mencari mata kanan dan mata kiri, artinya siapa penerus Chairil Anwar dan Pram selanjutnya.
Di kala kita menulis puisi maka yang ada kita menjadi seorang penyair, agaknya masalah yang menghadang bukan lagi menjadi sebatas biasa, tapi merupakan proses penciptaan belaka. Artinya penyair tidak menyombongkan diri sebagai seorang yang luar biasa bukan suatu hal yang dapat diminimalisir sedemikian rupa, tapi paling tidak membagi dan memberi kepada masyarakat. Sebab menjadi mustahil ketika ditanya mengapa menulis sajak hanya dengan menyatakan “karena memang ingin menulis, itu saja tidak lebih”. Kata-kata Chairil Anwar “yang bukan penyair tak ikut ambil bagian” dan adagium Sutardji “mereka sekedar penyair…aku bukan penyair sekedar”, dengan demikian, sepertinya relevan dengan konteks refleksi saat ini.
Melihat permasalahan dalam membumikan sastra dalam kehidupan para penyair di sini, seperti juga halnya dengan keadaan di tanah air atau di manapun bahwa untuk menjadi penyair diperlukan tekad penuh. Ia bukanlah profesi yang ringan dan bukan pula profesi sambil lalu. Tapi alangkah sunyinya kehidupan kita tanpa penyair. Alangkah sunyinya hidup jika tanpa musik, drama, tari dan lain-lain bentuk sastra. Akankah manusia menjadi benar-benar manusiawi tanpa sastra? Uang memang raja dewasa ini, dan para sastrawan juga bertarung melawan jari-jarinya beracun yang ingin menghancurkan kedaulatan “republik merdeka” sastra. Tentunya ada yang kala dan menang. Dan kita harus tetap bertanya kepada Tanya itu sendiri.
Kita sadar bahwa puisi adalah sebuah pesta atau “perayaan” dari realitas. Maka kita sudah saatnya mengangkat derajat puisi kepermukaan sebagai lahan dan ruang istimewa untuk kita pesta sebagaimana demokrasi juga dipestakan di ruang istimewa. Mereka (Chairil Anwar, Rendra, Mangunwijaya dan Pramoedya) adalah contoh pahlawan-pahlawan bangsa serta menjadi semangat zaman (spirit of the time). Seharusnya sastra kita menjadi saksi mata, dari berbagai masalah yang dihadapi bangsa. Realitas itu berlangsung dipermukaan maupun di bawah sana. Dalam sastra yang sejak kelahiranya selalu mencoba membebaskan dirinya dari apa pun. Dalam apresiasi sastra suatu fenomena yang mengandung kenyataan bahwa publik sastra dengan kepribadian individualnya masing-masing karena sentuhan dengan karya penyair telah memperoleh stimulus untuk melahirkan imajinasinya sendiri sebagai bagian mutlak dari suatu proses kreatif dalam dunia sastra.
Sangat naïf jika dunia kepenyairan hanya sebatas pada pencarian dan penemuan bentuk nilai artistik yang selenjutnya diekspresikan dalam verbalisasi sebuah sajak dari keseluruhan proses pencarian yang dilakukan penyair di setiap kemungkinan penciptaan. Penyair selalu berusaha untuk lebih jauh kompleksitas dan sulit dari sekedar itu. Penyair pastilah sadar dan menyadari kemudian menjadi kesadaran penuh bahwa dia tidak sendang bekerja menjalankan tradisi tulis-menulis sajak. Dalam kesadarannya yang penuh, keterlibatannya yang mentok melihat kehidupan dan momen puitik bagi penyair merupakan sebuah mata yang mustahil untuk melihat dan ditinggalkan. Itulah mengapa sajak sebagai salah satu semangat kesusastraan yang selalu hampir terkait dengan tercapainya keheningan di tengah sebuah Tanya di ladang sunyi.
Dengan memutuskan menjadi Chairil Anwar akan juga berarti berani menjadi seoarang yang senantiasa sadar akan semangat apa yang menjadi roh sajak-sajaknya, apa yang dieksplorasinya, apa yang menjadi tujuanya, dan bagaimana relevansi karya-karyanya itu dalam konteks kemewaktuan yang sekiranya dapat lahir dan memiliki efek luas.
Kematangan dalam mengelola, mengurai gagasan dan kejelasan yang tercakup dalam puisi penyair merupakan suatu hal yang spesifik bagi dirinya sendiri. Bagi penyair yang telah memiliki tempat, ia selalu tampil dengan keutuhan ekspresi dalam setiap karyanya. Karena faktor kesadarannya yang terkendali, gaya sebagai ciri dirinya akan juga bersentuhan dengan diri kolektif yang telah dihayati dan ikut mengkondisikannya.
Kesadaran apakah yang ada di balik sajak-sajak Chairil merupakan faktor yang sangat penting untuk disingkap dalam rangka menetapkan warna dasar eksistensial sajak-sajaknya secara keseluruhan. Upaya ini pada gilirannya akan mengarahkan kita dalam memberikan penilaian jifak sajak memang harus dinilai dan tidak sekedar dinikmati menjadi proporsional di dalamnya.
Dengan merefleksikan hari puisi Indonesia ini untuk menunjukkan bahwa bagi Chairil Anwar kesadaran untuk mengintegrasi dan berpartisipasi dengan realitas merupakan visi utama sekaligus bahasa sajak dan kepenyairannya. Hakikat realitas yang dituju dapat terengkuh dan melalui jembatan Chairil mencoba membagi dengan para pembaca sajak-sajaknya. Kepenyairan Chairil telah memberi ruang sunyi dan memberikan keheningan bagi panyair, keheningan yang bersifat sosial-religius-humanis. Oleh karena itu, reflesksi ini menjadi mungkin untuk dijadikan bahan awal kita selenjutnya.

Senin, 18 Mei 2009

Diposting oleh MaE_NiEz di 12:22 0 komentar
TUGAS ARTIKEL SENI
KELAS XI IPA 3
GURU: RONALDO ROZALINO, S. Sn

TARI KECAK BALI

Diposting oleh MaE_NiEz di 12:14 0 komentar

Tari Kecak - Tari Bali

Tari Kecak yang sering disebut "The Monkey Dance" bagi kalangan wisatawan merupakan tari dalam bentuk drama relative baru tetapi telah menjadi pertunjukkan yang sangat populer/terkenal dan telah menjadi pertunjukkan yang mesti ditonton baik bagi wisatawan domestik maupun luar negeri. Adegan-adegan tari kecak telah dipromosikan di beberapa poscard, buku petunjuk pariwisata dan lain-lainnya.

Nama Kecak adalah adalah sebuah nama yang secara langsung diambil setelah suara "cak, cak" yang di ucapkan secara terus menerus sepanjang pertunjukan. Ada beberapa yang menerangkan bahwa kata atau suara “cak” sebenarnya mempunyai arti yang sangat penting dan significant di dalam pertunjukan.

Asal muasal tari kecak

Tak diketahui secara pasti darimana tarian kecak berasal dan dimana pertama kali berkembang, namun ada suatu macam kesepakatan pada masyarakat Bali kecak pertama kali berkembang menjadi seni pertujukan di Bona, Ganyar, sebagai pengetahuan tambahan kecak pada awalnya merupakan suatu tembang atau musik yang dihasil dari perpaduan suara yang membentuk melodi yang biasanya dipakai untuk mengiringi tarian Sahyang yang disakralkan. Dan hanya dapat dipentaskan di dalam pura. Kemudaian pada awal tahun 1930an astist dari desa Bona, Gianyar mencoba untuk mengembangkan tarian kecak dengan mengambil bagian cerita Ramayana yang didramatarikan sebagai pengganti Tari Sanghyang sehingga tari ini akhirnya bisa dipertontontan di depan umum sebagai seni pertunjukan. Bagian cerita Ramayana yang diambil pertama adalah dimana saat Dewi Sita diculik oleh Raja Rahwana.

Perkembangan Tari Kecak Di Bali

Tari kecak di Bali mengalami terus mengalami perubahan dan perkembangan sejak tahun 1970-an. Perkembangan yang bisa dilihat adalah dari segi cerita dan pementasan. Dari segi cerita untuk pementasan tidak hanya berpatokan pada satu bagian dari Ramayana tapi juga bagian bagian cerita yang lain dari Ramayana.

Kemudian dari segi pementasan juga mulai mengalami perkembangan tidak hanya ditemui di satu tempat seperti Desa Bona, Gianyar namun juga desa desa yang lain di Bali mulai mengembangkan tari kecak sehingga di seluruh Bali terdapat puluhan group kecak dimana anggotanya biasanya para anggota banjar. Kegiatan kegiatan seperti festival tari Kecak juga sering dilaksanakan di Bali baik oleh pemerintah atau pun oleh sekolah seni yang ada di Bali. Serta dari jumlah penari terbanyak yang pernah dipentaskan dalam tari kecak tercatat pada tahun 1979 dimana melibatkan 500 orang penari. Pada saat itu dipentaskan kecak dengan mengambil cerita dari Mahabarata. Namun rekor ini dipecahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tabanan yang menyelenggarakan kecak kolosal dengan 5000 penari pada tanggal 29 September 2006, di Tanah Lot, Tabanan, Bali.

Pola Tari Kecak

Sebagai suatu pertunjukan tari kecak didukung oleh beberapa factor yang sangat penting, Lebih lebih dalam pertunjukan kecak ini menyajikan tarian sebagai pengantar cerita, tentu musik sangat vital untuk mengiringi lenggak lenggok penari. Namun dalam dalam Tari Kecak musik dihasilkan dari perpaduan suara angota cak yang berjumlah sekitar 50 – 70 orang semuanya akan membuat musik secara akapela, seorang akan bertindak sebagai pemimpin yang memberika nada awal seorang lagi bertindak sebagai penekan yang bertugas memberikan tekanan nada tinggi atau rendah seorang bertindak sebagai penembang solo, dan sorang lagi akan bertindak sebagai ki dalang yang mengantarkan alur cerita. Penari dalam tari kecak dalam gerakannya tidak mestinya mengikuti pakem pakem tari yang diiringi oleh gamelan. Jadi dalam tari kecak ini gerak tubuh penari lebih santai karena yang diutamakan adalah jalan cerita dan perpaduan suara.

SENI TARI KUTAI

Diposting oleh MaE_NiEz di 12:02 0 komentar

Masyarakat Kutai terkenal dengan tarian rakyat yang disebut Jepen. Tarian Jepen ini merupakan kreasi artistik yang timbul di tengah-tengah masyarakat Kutai sejak ratusan tahun lalu.


Tari Jepen dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Islam. Kesenian ini sangat populer di kalangan rakyat yang menetap di pesisir sungai Mahakam maupun di daerah pantai.


Tarian pergaulan ini biasanya ditarikan berpasang-pasangan, tetapi dapat pula ditarikan secara tunggal. Tari Jepen ini diiringi oleh sebuah nyanyian dan irama musik khas Kutai yang disebut dengan Tingkilan. Alat musiknya terdiri dari gambus (sejenis gitar berdawai 6) dan ketipung (semacam kendang kecil).


Karena populernya kesenian ini, hampir di setiap kecamatan terdapat grup-grup Jepen sekaligus Tingkilan yang masing-masing memiliki gayanya sendiri-sendiri, sehingga tari ini berkembang pesat dengan munculnya kreasi-kreasi baru seperti Tari Jepen Tungku, Tari Jepen Gelombang, Tari Jepen 29, Tari Jepen Sidabil dan Tari Jepen Tali.


 

MaE_NiEz Copyright © 2009 Baby Shop is Designed by Ipietoon Sponsored by Emocutez